Pengalaman studi di luar negeri tentu
sangat berharga. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Yuk, simak pengalaman
Pepri Saputra dalam mengikuti student exchange di Finlandia melalui
program Erasmus!
Setiap orang tentu pernah mengalami
kegagalan. Namun ada beberapa orang yang mampu memandang kegagalan bukan
sebagai pematah semangat tetapi sebaliknya, fondasi. Adalah Pepri Saputra,
salah satu mahasiswa Fisipol UGM yang semenjak awal kuliah di UGM bertekad
untuk mengikuti student exchange.
Baginya, niat dan tekad
bukan serta-merta sekadar ditanam tetapi juga harus dibarengi dengan eksekusi.
Caranya? Ya, jangan mudah menyerah. Bagaimanakah kisah Pepri hingga mendapatkan
kesempatan mengikuti student exchange? Simak wawancara langsung
dengan Pepri berikut!
Apakah kamu salah satu peserta student
exchange melalui beasiswa Erasmus?
Ya, pada akhirnya keinginan
saya untuk student exchange terpenuhi. Saya memeroleh beasiswa
dari Erasmus Mundus melalui Gate ke Finlandia untuk studi sosial politik.
Bagaimana kamu akhirnya bisa
memeroleh beasiswa bergengsi Eropa tersebut?
Sejak awal kuliah di UGM,
saya sudah berniat, suatu saat saya harus mengikuti student exchange.
Lima tahun untuk kuliah, dan yang satu tahunnya untuk student exchange.
Saya mulai mendaftar semenjak semester dua. Sebenarnya saya juga mencoba
beberapa beasiswa luar negeri lain tetapi ternyata gagal. Mencoba lagi, dan
ternyata masih gagal lagi. Sampai akhirnya ketika semester delapan saya baru
bisa mewujudkan impian student exchange ke Eropa. Tepatnya di
University of Tampere, Finlandia.
Bagaimana kamu bisa tetap
tangguh meskipun berulang kali mengalami kegagalan?
Sebenarnya kecewa. Namun
kalau misalnya teman-teman yang lain bisa, kenapa saya enggak bisa? Saya
termotivasi dari teman-teman. Intinya saya mencoba terus dengan belajar dari
kegagalan demi kegagalan. Kegagalan akan selalu ada tetapi bagaimana caranya
biar enggak lantas menyerah.
Apa yang kamu pelajari dari
kegagalan sebelumnya?
Saya rasa missing
point-nya ada di motivation letter. Di motivation
letter itulah kita menuliskan bukan hanya minat, tetapi juga goal,
serta kegiatan-kegiatan yang kita lakoni. Kemudian ke depannya mau bagaimana,
serta alasan mengambil program student exchange di sana.
Intinya adalah seputar 5W1H.
Kemudian untuk recommendation
letter, sebaiknya carilah dosen yang memang benar-benar mengenal kita, yang
lebih gampang diakses, serta yang mengetahui kemampuan akademik dan
profesionalitas kerja kita.
Bagaimana Finlandia menurut
kamu?
Finlandia adalah daratan
yang luas, dingin, dan di sana kesenjangan sosial tidak begitu kentara. Di sini
dengan mudahnya kita bisa menebak seseorang hanya dari cara berpakaian,
sehingga antara yang kaya dan miskin tampak jelas untuk dibedakan. Di
Finlandia, hampir semua orang memiliki cara berpakaian yang sama sehingga akan
susah membedakan seseorang berdasarkan status sosialnya. Di samping itu,
Finlandia adalah negara yang maju. Pemerintah Finlandia benar-benar
memerhatikan pemerataan kesejahteraan terhadap rakyatnya.
Finlandia juga termasuk
negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Di sana tidak berlaku
sistem ranking, berbeda dengan negara kita. Selain itu, masyarakat
Finlandia, khususnya para pelajar, memiliki sikap yang sangat kritis,
perfeksionis, dan melihat hal-hal secara detail yang terkadang kita sendiri
enggak memikirkannya sampai ke situ.
Orang-orang Finlandia
kebanyakan cenderung mandiri. Mereka bukan orang yang mau bergantung. Namun
bukan berarti mereka individualis. Mereka terkadang memang cenderung dingin
tetapi pada dasarnya mereka open minded. Di samping itu, salah satu
sikap berbeda ditunjukkan ketika berkomunikasi. Mereka cenderung personal
space—dalam artian menjaga jarak. Makanya ketika suatu kali saya pergi ke
Istanbul, merasa aneh saja karena di Turkicrowded. Sangat berbeda dengan
Finlandia.
Berapa lama kamu tinggal di
Finlandia? Bagaimana proses studi di sana?
Untuk program studi selama
satu tahun di sana, saya mengambil 30 kredit. Studi di sana sebenarnya sangat
menantang karena mahasiswanya yang multikultural. Di antara mereka ada yang
berasal dari Latvia, Ceko, Jerman, Perancis, Rumania, Inggris, Skotlandia,
Jepang, Taiwan, Cina, dan Singapura. Dosen pun juga multikultural, ada yang
dari Finlandia, Inggris, dan Norwegia.
Finlandia mengajari saya
bahwa tujuan sebuah pendidikan bukan semata-mata demi mengejar hasil atau
nilai. Namun yang paling utama adalah proses. Ibaratnya, jika di Indonesia
belajar adalah lantaran faktor kewajiban, bagi warga Finlandia belajar adalah
kebutuhan.
Ditambah lagi, salah satu
bagian perpustakaan di sana buka 24 jam. Suatu ketika saya ke perpustakaan, di
sana yang terlihat adalah mereka yang benar-benar belajar. Berbeda dengan di
negara kita, kebanyakan ketika berdiskusi justru terkadang keluar jalur.
Pendidikan di sana
benar-benar memberikan fasilitas semaksimal mungkin. Jika di Indonesia terdapat
perbedaan antara profesi pengacara dengan guru, orang Finlandia justru
menganggap guru dengan dosen memiliki prestise yang sama dengan pengacara.
Tugas memang berbeda tetapi mereka semua memiliki dedikasi.
Bagaimana dengan lingkungan
tempat tinggalmu di sana?
Di Finlandia, saya tinggal
di sebuah apartemen yang kebetulan satu kamar dengan mahasiswa asal Inggris.
Awalnya saya ingin tinggal di sebuah keluarga Finlandia agar bisa lebih
memahami budaya lokal tetapi aksesnya agak susah. Bersama dengan mahasiswa asal
Inggris tersebut, kami berbagi banyak hal, tentang budaya, dan banyak
perbedaan-perbedaan lain. Intinya kami saling menghargai satu sama lain.
Misalnya, suatu ketika dia usai party dan pulang tengah malam,
alhasil dia mencoba untuk tidak membuat suara gaduh.
Selain studi, apakah kamu
juga bergiat di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Finlandia?
Kebetulan saya di PPI
Tampere, Finlandia. Jadi, waktu itu agenda kami adalah event
international food, conference, dan bikin acara kumpul-kumpul
untuk saling sharing.
Bagaimana dengan pengalaman
keliling Eropa?
Saat itu ada winter
break selama satu bulan. Alhasil saya menyempatkan berkunjung ke
Swedia, Jerman, Polandia, Belgia, Belanda, Swiss, Yunani, Perancis, Turki,
Latvia, Estonia, Hungaria, dan Denmark.
Salah satu yang paling
berkesan adalah Denmark. Di sana green banget dan disediakan
jalur sepeda. Kemudian ketika di Swedia, saya terkesan dengan gaya berpakaian
mereka yang modis dan stylish. Bagi saya, kunjungan-kunjungan
tersebut adalah lantaran ingin mempelajari budaya lokal.
Manfaat apa yang kamu
peroleh dari beasiswa Erasmus?
Yang pasti, ketika di sana
saya tidak hanya belajar lebih mandiri tetapi juga belajar menjadistudent yang
baik. Harus banyak membaca dan banyak latihan. Selain manfaat dalam hal pendidikan,
banyak juga pengalaman menarik selama mengikuti student exchange Erasmus
di Finlandia. Untuk pertama kalinya, saya melihat salju di Eropa. Di Finlandia,
setiap rumah ternyata memunyai sauna atau ruang mandi uap. Di sana saya juga
bisa mempromosikan budaya Indonesia.
Adakah kegiatan
pascaprogram?
Saya dan beberapa alumni
lain berencana membuat semacam komunitas Erasmus Yogyakarta atau ikatan alumni.
Masih belum resmi berdiri tetapi beberapa orang sudah terkumpul. Melalui
komunitas, diharapkan bisa diadakan sharing.
Ke depannya, bagaimanakah
peluang studi ke Eropa?
Sebenarnya Indonesia sangat
berpeluang, sebanding sama Cina. Akan tetapi untuk memperoleh beasiswa,
persiapan haruslah matang. Tipsnya, siapkan segala dokumen pokok jauh-jauh hari
seperti TOEFL/IELTS, curriculum vitae, motivation letter,
dan recommendation letter. Jangan menunggu pembukaan baru
menyiapkan karena persiapan yang mendadak akan membuatnya kurang maksimal.
Jangan lupa untuk mencari informasi se-real mungkin.
Seberapa penting student
exchange bagi kamu?
Student exchange sebenarnya bukan sekadar mengejar
akademik tetapi memang karena niat mau ke sana, sehingga secara langsung bisa
belajar budaya setempat. Di sana, saya merasakan bagaimana menjadi minoritas.
Mau salat susah, cari makanan halal susah, dan yang pasti harus belajar
memahami orang lain dengan latar belakang yang berbeda. Dengan begitu kita
bisa open minded, sehingga kita akan belajar menjadi versi terbaik
diri kita. Ibaratnya jika setengah bulan kita hidup di luar negeri, itu sama
aja dengan satu tahun di negeri sendiri karena banyak hal yang akan kita
dapatkan ketika kita keluar dari zona nyaman.
Wow, sungguh seru dan
menginspirasi bukan pengalaman Pepri di atas? Apakah kamu berminat
mengikuti program student exchange juga? Atau kamu pernah
mengikuti student exchange seperti Pepri? Kami tunggu ceritamu
ya! [CN]
Sumber
: http://careernews.id/issues/view/3184-Pepri-Saputra-Sukses-Student-Exchange-di-Daratan-Finlandia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar