Total Tayangan Halaman

Senin, 20 April 2015

Djarum Tinggalkan Rokok (Ambil Hikmahnya)

IndonesianReview.com - Karena industri rokok sedang stagnan seiring peraturan yang begitu ketat, Djarum gencar menggarap bisnis lain. 
Grup Djarum diam-diam sudah menyiapkan sekoci, saat industri rokok tak lagi jadi primadona. Perusahaan milik Keluarga Hartono ini sudah menerapkan sejumlah strategi dengan membangun bisnis lain, di luar bisnis rokok. Bisnis yang dipilih, masih berhubungan dengan core business utama mereka.
Ada tiga bisnis, yang kini menjadi konsentrasi  Grup Djarum. Pertama, mengembangkan bisnis perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI). Melalui PT Hartono Plantation Indonesia, Grup Djarum memiliki kebun sawit yang sudah ditanami seluas 30.000 hektar  di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Djarum menargetkan punya 50.000 hektar kebun sawit.
Selain itu, Grup Djarum juga mengembangkan HTI kayu di Kalimantan Timur dan memiliki lahan seluas 20.000 hektar yang sudah ditanami. Pengembangan bisnis itu untuk mendukung industri kertas.
Yang kedua, Djarum juga terus mengembangkan bisnis e-commerce. Melalui Blibli.com,  Djarum telah mengucurkan dana lebih dari US$ 1 juta per tahun. Djarum sadar betul potensi bisnis dan ceruk pasar di area ini begitu besar. Apalagi, banyak memprediksi bahwa e-commerce merupakan industri masa depan.
Bisnis ketiga, Djarum bermain di industri elektronik dengan mengembangkan Polytron. Saat ini, Djarum fokus pada produksi televisi, kulkas, AC dan telepon seluler (ponsel).
Tak hanya itu saja, Djarum juga diketahui bermain di bisnis properti serta perhotelan. Sejumlah proyek sudah digarapnya, antara lain adalah mal Daan Mogot, WTC Mangga Dua, Grand Indonesia,  dan perumahan Resinda di Karawang, Jawa Barat.
Mengapa Djarum tertarik melakukan ekspansi bisnis? Seorang eksekutif di perusahaan itu bilang, karena industri rokok saat ini sedang stagnan. Selain serangan kampanye besar-besaran antirokok, tarif cukai saban tahun terus naik.
Selain aneka bisnis di atas, Djarum juga memiliki portofolio investasi di sejumlah perusahaan lain. Misalnya,  di Bank BCA dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk. BCA adalah salah satu mesin uang Grup Djarum.
BCA adalah bank swasta nasional terbesar di Indonesia. Bank ini gencar menggarap retail banking, terutama consumer banking dan payment banking. Dengan kekuatan jaringan elektronik yang sudah lama dibangun, BCA kini masih menjadi penguasa pasar tabungan.
Majalah ekonomi ternama dunia, Forbes tahun ini menempatkan Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono sebagai orang terkaya di Indonesia. Dua kakak beradik, pemilik Grup Djarum asal Kudus, Jawa Tengah ini, masing-masing memiliki kekayaan US$ 9 miliar atau sekitar Rp 116,1 triliun (kurs Rp 12.900 per dolar AS) dan US$ 8,7 miliar (Rp 112,23  triliun). Jika ditotal, kekayaan Keluarga Hartono ini mencapai US$ 17,7 miliar, atau Rp 228,33 triliun. Predikat sebagai orang terkaya di Indonesia dipegang kakak beradik ini selama tujuh tahun berturut-turut.
Generasi ketiga
Djarum dibangun oleh Oei Wie Gwan pada 1951 sebagai usaha kecil rokok kretek. Semula Oei membeli PT Djarum Gramaophon. Ia kemudian mengubah nama pabrik rokok tersebut menjadi hanya Djarum.
Oei mulai memasarkan rokok kretek dengan merek Djarum, dan ternyata laku di pasar. Tapi musibah menimpa Djarum. Pada 1963 pabrik rokok Djarum,  yang terletak di Jalan Bitingan Baru No.28 (sekarang Jalan A. Yani No.28), Kudus, Jawa Tengah, terbakar. Tak berapa lama kemudian, Oei meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia, Oei berpesan kepada dua anaknya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, untuk meneruskan usaha rokok kretek ini. Saat itu, Bambang berusia 34 tahun dan Budi 22 tahun. Mereka menerima warisan ini dalam kondisi Djarum babak belur karena baru saja terbakar.
Namun dengan kerja keras, Djarum perlahan-lahan bangkit. Pada 1969, Djarum mulai mengekspor produk rokoknya ke luar negeri.  Setelah itu, mereka memproduksi berbagai produk rokok, mulai Djarum Filter, Djarum Super, Djarum L.A. Lights, Djarum BLACK, dan lain-lain.
Di tangan kakak beradik ini, Djarum tumbuh menjadi produsen rokok ketiga terbesar di Indonesia. Saat ini, total produksi rokok Djarum mencapai 148,8 juta batang per hari. Dari produksi sebesar itu, sebanyak 35% berupa sigaret kretek tangan (SKT) dan 65% SKM, trmasuk SKM Light 20%. 
Seiring pertumbuhannya, perusahaan rokok ini menjelma dari hanya perusahaan rokok menjadi grup bisnis berinvestasi di berbagai sektor, mulai dari perbankan (BCA), properti (Grand Indonesia), agribisnis (Hartono Plantations Indonesia), elektronik (Polytron), online (Global Digital Prima Venture).
Begitulah Djarum di tangan Budi dan Bambang. Berkat kerja keras yang dilakoninya, kini Budi dan Bambang menjadi orang terkaya di Indonesia. Apa komentar Budi? “Tak elok saya berkomentar,” katanya suatu hari.
Memang, keluarga Hartono dikenal anti-publikasi. Berbeda dengan orang kaya kebanyakan, baik Budi maupun Bambang selalu tampil sederhana. Suatu hari, seorang wartawan sempat bertanya kepada Budi apa hobinya, dia menjawab,”Hobi saya, ya, kerja.”
Budi adalah anak kedua yang lahir di Kudus, Jawa Tengah pada 1941. Kakaknya adalah Bambang. Budi menikah dengan Widowati Hartono dan memiliki tiga orang putera, yang kesemuanya telah menyelesaikan pendidikannya.  Mereka adalah Victor Hartono, Martin Hartono, dan Armand Hartono.
Kini, Budi dan Bambang sudah mempersiapkan generasi ketiga untuk meneruskan bisnis Grup Djarum. Mereka adalah Alaric Armand Hartono, Victor Rachmat Hartono, dan Martin B. Hartono. Ketiganya dipersiapkan untuk menggantikan Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.
Armand sudah diplot untuk mengelola investasi Grup Djarum di PT Bank Central Asia Tbk. (BCA). Sedangkan  Victor Rachmat Hartono dan Martin B Hartono, dipersiapkan untuk menjadi pemegang kendali di PT Djarum. Saat ini, Victor menjabat sebagai chief operating officer (COO) PT Djarum, sementara Martin dipercaya menjadi direktur HRD PT Djarum. 
Sumber : http://indonesianreview.com/satrio/djarum-tinggalkan-rokok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar