Total Tayangan Halaman

Jumat, 03 April 2015

Pepri Saputra: Sukses Student Exchange di Daratan Finlandia

Pengalaman studi di luar negeri tentu sangat berharga. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Yuk, simak pengalaman Pepri Saputra dalam mengikuti student exchange di Finlandia melalui program Erasmus! 


Setiap orang tentu pernah mengalami kegagalan. Namun ada beberapa orang yang mampu memandang kegagalan bukan sebagai pematah semangat tetapi sebaliknya, fondasi. Adalah Pepri Saputra, salah satu mahasiswa Fisipol UGM yang semenjak awal kuliah di UGM bertekad untuk mengikuti student exchange.
Baginya, niat dan tekad bukan serta-merta sekadar ditanam tetapi juga harus dibarengi dengan eksekusi. Caranya? Ya, jangan mudah menyerah. Bagaimanakah kisah Pepri hingga mendapatkan kesempatan mengikuti student exchange? Simak wawancara langsung dengan Pepri berikut!

Apakah kamu salah satu peserta student exchange melalui beasiswa Erasmus?
Ya, pada akhirnya keinginan saya untuk student exchange terpenuhi. Saya memeroleh beasiswa dari Erasmus Mundus melalui Gate ke Finlandia untuk studi sosial politik. 

Bagaimana kamu akhirnya bisa memeroleh beasiswa bergengsi Eropa tersebut?
Sejak awal kuliah di UGM, saya sudah berniat, suatu saat saya harus mengikuti student exchange. Lima tahun untuk kuliah, dan yang satu tahunnya untuk student exchange. Saya mulai mendaftar semenjak semester dua. Sebenarnya saya juga mencoba beberapa beasiswa luar negeri lain tetapi ternyata gagal. Mencoba lagi, dan ternyata masih gagal lagi. Sampai akhirnya ketika semester delapan saya baru bisa mewujudkan impian student exchange ke Eropa. Tepatnya di University of Tampere, Finlandia.  

Bagaimana kamu bisa tetap tangguh meskipun berulang kali mengalami kegagalan?
Sebenarnya kecewa. Namun kalau misalnya teman-teman yang lain bisa, kenapa saya enggak bisa? Saya termotivasi dari teman-teman. Intinya saya mencoba terus dengan belajar dari kegagalan demi kegagalan. Kegagalan akan selalu ada tetapi bagaimana caranya biar enggak lantas menyerah.

Apa yang kamu pelajari dari kegagalan sebelumnya?
Saya rasa missing point-nya ada di motivation letter. Di motivation letter itulah kita menuliskan bukan hanya minat, tetapi juga goal, serta kegiatan-kegiatan yang kita lakoni. Kemudian ke depannya mau bagaimana, serta alasan mengambil program student exchange di sana. Intinya adalah seputar 5W1H. 
Kemudian untuk recommendation letter, sebaiknya carilah dosen yang memang benar-benar mengenal kita, yang lebih gampang diakses, serta yang mengetahui kemampuan akademik dan profesionalitas kerja kita.

Bagaimana Finlandia menurut kamu?
Finlandia adalah daratan yang luas, dingin, dan di sana kesenjangan sosial tidak begitu kentara. Di sini dengan mudahnya kita bisa menebak seseorang hanya dari cara berpakaian, sehingga antara yang kaya dan miskin tampak jelas untuk dibedakan. Di Finlandia, hampir semua orang memiliki cara berpakaian yang sama sehingga akan susah membedakan seseorang berdasarkan status sosialnya. Di samping itu, Finlandia adalah negara yang maju. Pemerintah Finlandia benar-benar memerhatikan pemerataan kesejahteraan terhadap rakyatnya.     
Finlandia juga termasuk negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Di sana tidak berlaku sistem ranking, berbeda dengan negara kita. Selain itu, masyarakat Finlandia, khususnya para pelajar, memiliki sikap yang sangat kritis, perfeksionis, dan melihat hal-hal secara detail yang terkadang kita sendiri enggak memikirkannya sampai ke situ. 
Orang-orang Finlandia kebanyakan cenderung mandiri. Mereka bukan orang yang mau bergantung. Namun bukan berarti mereka individualis. Mereka terkadang memang cenderung dingin tetapi pada dasarnya mereka open minded. Di samping itu, salah satu sikap berbeda ditunjukkan ketika berkomunikasi. Mereka cenderung personal space—dalam artian menjaga jarak. Makanya ketika suatu kali saya pergi ke Istanbul, merasa aneh saja karena di Turkicrowded. Sangat berbeda dengan Finlandia.

Berapa lama kamu tinggal di Finlandia? Bagaimana proses studi di sana?
Untuk program studi selama satu tahun di sana, saya mengambil 30 kredit. Studi di sana sebenarnya sangat menantang karena mahasiswanya yang multikultural. Di antara mereka ada yang berasal dari Latvia, Ceko, Jerman, Perancis, Rumania, Inggris, Skotlandia, Jepang, Taiwan, Cina, dan Singapura. Dosen pun juga multikultural, ada yang dari Finlandia, Inggris, dan Norwegia. 
Finlandia mengajari saya bahwa tujuan sebuah pendidikan bukan semata-mata demi mengejar hasil atau nilai. Namun yang paling utama adalah proses. Ibaratnya, jika di Indonesia belajar adalah lantaran faktor kewajiban, bagi warga Finlandia belajar adalah kebutuhan.   
Ditambah lagi, salah satu bagian perpustakaan di sana buka 24 jam. Suatu ketika saya ke perpustakaan, di sana yang terlihat adalah mereka yang benar-benar belajar. Berbeda dengan di negara kita, kebanyakan ketika berdiskusi justru terkadang keluar jalur.
Pendidikan di sana benar-benar memberikan fasilitas semaksimal mungkin. Jika di Indonesia terdapat perbedaan antara profesi pengacara dengan guru, orang Finlandia justru menganggap guru dengan dosen memiliki prestise yang sama dengan pengacara. Tugas memang berbeda tetapi mereka semua memiliki dedikasi. 

Bagaimana dengan lingkungan tempat tinggalmu di sana?
Di Finlandia, saya tinggal di sebuah apartemen yang kebetulan satu kamar dengan mahasiswa asal Inggris. Awalnya saya ingin tinggal di sebuah keluarga Finlandia agar bisa lebih memahami budaya lokal tetapi aksesnya agak susah. Bersama dengan mahasiswa asal Inggris tersebut, kami berbagi banyak hal, tentang budaya, dan banyak perbedaan-perbedaan lain. Intinya kami saling menghargai satu sama lain. Misalnya, suatu ketika dia usai party dan pulang tengah malam, alhasil dia mencoba untuk tidak membuat suara gaduh. 

Selain studi, apakah kamu juga bergiat di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Finlandia? 
Kebetulan saya di PPI Tampere, Finlandia. Jadi, waktu itu agenda kami adalah event international foodconference, dan bikin acara kumpul-kumpul untuk saling sharing.

Bagaimana dengan pengalaman keliling Eropa?
Saat itu ada winter break selama satu bulan. Alhasil saya menyempatkan berkunjung ke Swedia, Jerman, Polandia, Belgia, Belanda, Swiss, Yunani, Perancis, Turki, Latvia, Estonia, Hungaria, dan Denmark.
Salah satu yang paling berkesan adalah Denmark. Di sana green banget dan disediakan jalur sepeda. Kemudian ketika di Swedia, saya terkesan dengan gaya berpakaian mereka yang modis dan stylish. Bagi saya, kunjungan-kunjungan tersebut adalah lantaran ingin mempelajari budaya lokal.

Manfaat apa yang kamu peroleh dari beasiswa Erasmus?
Yang pasti, ketika di sana saya tidak hanya belajar lebih mandiri tetapi juga belajar menjadistudent yang baik. Harus banyak membaca dan banyak latihan. Selain manfaat dalam hal pendidikan, banyak juga pengalaman menarik selama mengikuti student exchange Erasmus di Finlandia. Untuk pertama kalinya, saya melihat salju di Eropa. Di Finlandia, setiap rumah ternyata memunyai sauna atau ruang mandi uap. Di sana saya juga bisa mempromosikan budaya Indonesia. 

Adakah kegiatan pascaprogram?
Saya dan beberapa alumni lain berencana membuat semacam komunitas Erasmus Yogyakarta atau ikatan alumni. Masih belum resmi berdiri tetapi beberapa orang sudah terkumpul. Melalui komunitas, diharapkan bisa diadakan sharing

Ke depannya, bagaimanakah peluang studi ke Eropa?
Sebenarnya Indonesia sangat berpeluang, sebanding sama Cina. Akan tetapi untuk memperoleh beasiswa, persiapan haruslah matang. Tipsnya, siapkan segala dokumen pokok jauh-jauh hari seperti TOEFL/IELTS, curriculum vitaemotivation letter, dan recommendation letter. Jangan menunggu pembukaan baru menyiapkan karena persiapan yang mendadak akan membuatnya kurang maksimal. Jangan lupa untuk mencari informasi se-real mungkin.  

Seberapa penting student exchange bagi kamu?
Student exchange sebenarnya bukan sekadar mengejar akademik tetapi memang karena niat mau ke sana, sehingga secara langsung bisa belajar budaya setempat. Di sana, saya merasakan bagaimana menjadi minoritas. Mau salat susah, cari makanan halal susah, dan yang pasti harus belajar memahami orang lain dengan latar belakang yang berbeda. Dengan begitu kita bisa open minded, sehingga kita akan belajar menjadi versi terbaik diri kita. Ibaratnya jika setengah bulan kita hidup di luar negeri, itu sama aja dengan satu tahun di negeri sendiri karena banyak hal yang akan kita dapatkan ketika kita keluar dari zona nyaman. 
Wow, sungguh seru dan  menginspirasi bukan pengalaman Pepri di atas? Apakah kamu berminat mengikuti program student exchange juga? Atau kamu pernah mengikuti student exchange seperti Pepri? Kami tunggu ceritamu ya! [CN]
Sumber : http://careernews.id/issues/view/3184-Pepri-Saputra-Sukses-Student-Exchange-di-Daratan-Finlandia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar